Alkisah tentang seekor burung camar yang bernama „Jonathan‟. Burung camar hidup
dalam koloni yang besar di bebatuan karang di samudra. Dalam kehidupan koloni camar
terdapat suatu rutinitas yang berjalan secara terus menerus setiap hari dari pagi hingga
petang. Mereka setiap hari terbang rendah mengikuti buritan kapal nelayan dan mulai
berebut ikan-ikan kecil atau remah-remah roti sisa para nelayan. Begitulah rutinitas yang
dilakukan oleh koloni burung camar.
Dalam rutinitas itu, si Jonathan mulai berpikir adakah cara lain untuk mendapatkan
makanan selain harus terbang rendah dan berebut setiap hari?. Jonathan mulai merasa
jenuh dan ia mulai tidak mau ikut kawanan camar terbang rendah dan berebut makanan.
Ia hanya berdiri diatas bebatuan sambil termenung. Ketika suatu hari ia melihat sebuah
bayangan di depannya, iapun mendongakkan kepalanya dan melihat diatas langit yang
tinggi seekor elang tengah terbang dengan gagah serta kecepatan yang tinggi. Jonathan
pun mulai bertanya-tanya dalam hati, „Bisa nggak ya…saya seekor burung camar terbang
tinggi serta cepat seperti seekor burung elang?‟
Pertanyaan ini terus merasuk ke dalam pikiran Jonathan. Kemudian ia mulai belajar
terbang tinggi sementara kawanan camar yang lain tetap menjalankan rutinitasnya. Setiap
hari ia belajar terbang tinggi dan kecepatan. Ia terus belajar terbang dari pagi dan baru
pulang pada petang hari. Sementara ia tidak memperdulikan kondisi tubuhnya yang
semakin kurus karena tidak makan selama beberapa hari. Melihat kondisi Jonathan, ayah
dan ibunya merasa kasihan dan menegur Jonathan, ” Nak, lihat tubuhmu yang kurus dan
lemah, untuk apa kamu belajar terbang seperti elang, ingatlah nak bahwa kamu ini burung
camar yang hanya bisa terbang rendah…besok kamu harus ikut bersama-sama untuk
berebut makanan, pikirkan baik-baik Jonathan!” Sepanjang malam Jonathan tidak bisa
tidur karena memikirkan kata-kata orang tuanya.
Keesokan harinya Jonathan memutuskan untuk menuruti saran orang tuanya dan mulai
pergi bersama kawanan burung camar untuk berebut ikan-ikan kecil dan remah-remah
roti sisa para nelayan serta pulang pada petang harinya. Selama seminggu penuh ia
menjalankan rutinitas sebagai burung camar, dan pada suatu pagi Jonathan teringat
kembali tentang burung elang. Jonathan hari itu kembali belajar terbang tinggi dan
kecepatan seperti elang. Jonathan terus berlatih dan berlatih selama sebulan penuh dan
pada saat ini ia telah mampu terbang tinggi dengan kecepatan seperti burung elang.
Pada suatu pagi tidak seperti biasa semua kawanan burung camar tidak pergi ke laut
mencari ikan-ikan kecil. Mereka berkumpul dan membentuk lingkaran. Jonathan bingung
melihat situasi tersebut, kemudian sang Tetua maju ke tengah lingkaran dan berkata,
“Wahai warga burung camar semua, hari ini kita berkumpul bersama untuk menyaksikan
dan melakukan pengadilan terhadap pelanggaran Norma dan Etika nenek moyang kita
sebagai burung camar….(sang Tetua terdiam sejenak dan semua kawanan hening)…..
Jonathan!… … Kamu maju ketengah lingkaran!.. …” pekik sang Tetua.
Jonathan sangat kaget dan kebingungan, kemudian sang Tetua berkata kembali, “Kamu
telah terbukti melanggar Norma dan Etika serta menyimpang dari kodrat kamu sebagai
burung Camar!” Jonathan bertanya, “Apa salahku wahai Tetua?” …… “Apa salahmu?….
Kamu telah membuat malu bangsa burung camar, kamu tidak mau mengikuti cara burung
camar yaitu terbang rendah dan berebut makanan setiap hari…..bahkan lebih memalukan
lagi bahwa kamu mencoba belajar terbang seperti burung elang!” pekik sang Tetua.
Kemudian si Jonathan berkata,” Apakah salah jika saya bisa terbang tinggi seperti burung
elang dan terbang malam seperti burung hantu sehingga untuk memperoleh makanan saya
tidak perlu berebut dengan teman-teman, saudara bahkan orang tuaku sendiri?, tidakkah
itu lebih baik?” Suasana menjadi tegang dan terdengar teriakan “huuuuuuuu, buang saja
dia, usir dari kawanan, mencemarkan nama baik burung camar…. memalukan… .. usir…
usir… usir!”
Sang Tetua pun berkata, ” Baiklah Jonathan, kalau kamu tetap memilih cara kamu dan
tidak mau mengikuti Norma dan Etika kita sebagai burung camar maka kamu harus
keluar dari sini….Pengawal, bawa si Jonathan ke tempat pembuangan!! !!!!!!”
Si Jonathan terlihat sedih dan ia memeluk ayah ibunya, mengucapkan selamat tinggal. Di
tempat pengasingan ia terus mengasah keterampilannya terbang tinggi dengan kecepatan.
Dan ternyata ia tidak sendiri, ia bertemu dengan beberapa ekor burung camar yang
memiliki tujuan yang sama dengannya. Dengan terbang tinggi seperti elang ternyata ia
menemukan berbagai jenis makanan seperti di padang rumput ia menemukan belalang,
capung, ulat yang lezat untuk disantap. Dengan terbang malam seperti burung hantu ia
bisa menikmati ikan-ikan kecil tanpa harus berebut dengan sesama burung camar.
Jonathan sangat bahagia karena ia bisa makan apa yang burung camar lain tidak bisa
makan karena mereka hanya bisa terbang rendah.
perubahan untuk kearah yang lebih baik memang susah dilakukan,banyak
tantangan,banyak hujatan,makian serta rasa pesimistis bagi mereka yang iri,dan mereka
yang terpaku pada sistem atau aturan yang itu-itu saja,maka dibutuhkan sikap seperti
jonathan untuk bisa merubah bangsa ini dari keterpurukan.