Rajawali Anak Ayam



Intrapersonal intelejen penting dalam keberhasilan. Bagian dari intrapersonal inteligence adalah self image atau citra diri. Mengapa citra diri penting dan berpengaruh dalam keberhasilan? Karena citra diri mempengaruhi seseorang membawakan dirinya, mempengaruhi bagaimana dia berhubungan dengan orang lain. Dan tentunya mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraih.

Saya berikan kisah ilustrasi. Suatu ketika ada seekor ayam, dia berjalan-jalan di kaki bukit dan menemukan telor. Dia berfikir, wah ada telor ayam tercecer, dia ambil telor itu dan dia erami bersama telornya yang lain. Singkat cerita menetaslah si telor-telor ini termasuk telor yang ia temukan. Dan rupanya telor yang ia temukan itu menetas dan tumbuh menjadi anak yang berbeda, karena sebenarnya telor itu telor rajawali yang jatuh menggelinding dari bukit dan dierami sama si ayam. Walaupun dierami sama si ayam tentu ia tetap menetas sebagai rajawali. Tapi sirajawali ini hidup bersama-sama ayam. Ia punya kakak ayam, cici ayam, punya koko ayam, hidup bersama-sama ayam, makan bersama ayam, punya mama ayam, punya tetangga ayam.

Sirajawali ini tidak merasa bahwa dirinya rajawali. Ia merasa dirinya ayam, karena berbicara bahasa ayam, makan bersama ayam. Tapi ia merasakan hidupnya aneh, kenapa kaki saya, kukunya melengkung tidak seperti ayam yang menapak, ia berlaripun susah sering terpeleset. Lalu ia mulai frustrasi dengan dirinya sendiri kenapa saya begini, ia mulai bertanya pada ibunya ”Mama, mama, saya ini ayam atau bukan? Kok saya kakinya beda.”

Ibunya berkata ”Nak. Aku yang melahirkan kamu, aku yang mengerami kamu, jadi kamu ayam juga. bersyukurlah dengan dirimu, nak. Kamu itu ayam. Maka si rajawali ini melanjutkan hidupnya, dia juga makan dengan susah karena paruhnya bengkok tidak seperti ayam yang lain yang paruhnya runcing. Jalan susah, makan susah, dia frustrasi dengan dirinya, dia bertanya pada ibunya lagi ”Mama saya ini ayam atau bukan sih ma? Kenapa saya ini tidak seperti yang lain.

Ibunya berkata,”Nak kamu memang beda dengan yang lain, tapi aku mencintai kamu apa adanya. Mama mau bilang ya nak, kamu adalah ayam.”

Sirajawali yang hidup bersama ayam ini melanjutkan hidupnya dan ketika dia berlari sayapnya lebih panjang dari yang lain, nabrak-nabrak pagar, ketika yang lain masuk celah yang sempit dengan mudah, dia cukup kesulitan.

Singkat cerita, ibunya sudah tua, hampir mati, maka si rajawali mendatangi si induk ayam ini. Bertanya lagi, ”Ma, mumpung mama masih hidup, mama sudah sakit keras, saya mau nanya, Ma. Katakan sebenarnya jangan ada rahasia di antara kita, saya ini ayam atau bukan sih, Ma?”

Mamanya ambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya lalu dia berkata, ”Nak, Mama jadi ingat, dulu mama menemukan telur, lalu mama erami kamu, jadi kamu ini adalah a..a..a..a petok!” lalu matilah si induk ayam.

Wah, ibunya belum selesai bicara sudah mati. Si anak ini bingung, nemu telor, lalu dierami, kamu ini a..a..a. apa ya? Ayamlah masa anjing..yah sudahlah memang saya ayam. Maka si rajawali ini hidup sebagai ayam, menilai dirinya ayam, hidup susah bersama ayam. Lalu singkat cerita rajawali itu mati, di kuburannya dipasang ada nisan “Telah mati seekor ayam”.

Betapa banyak orang sebenarnya punya kemampuan lebih, tapi hidup susah, cari makan susah, frustrasi dengan dirinya sendiri karena tidak mengenal jati dirinya sendiri. Dia tidak mengenal hidupnya sendiri, jati dirinya, kemampuan dirinya. Kenapa? karena lingkungan. Rajawali yang hidup bersama ayam, dia menjadi hidup seperti ayam. Orang belajar jati diri sering kadang-kadang mengadopsi dari orang lain. Orang menyerap self image atau gambar diri dari orangtua, dari teman, karena itu orang sering mengatakan bahwa pergaulan yang buruk merusak kebiasaan baik. 
Orang lain mengatakan, bila ingin tahu siapa dia? Lihat empat orang terdekatnya, maka itulah dia. Orang bergaul dengan maling jadi maling, orang bergaul dengan pemalas, jadi pemalas. Orang bergaul dengan orang optimis jadi optomis, orang bergaul dengan yang rajin jadi rajin. Karena dalam hal membangun gambar diri sesorang memang tidak bisa dihindari orang menyerap gambar-gambar diri yang ada dilingkungannya. Bapaknya memukul ibunya, maka si anak akan memukul adiknya, dia akan memukul istrinya nanti kalau dia nanti menikah. Lingkungannya kasar dia akan menyerap nilai-nilai kasar, dan gambar diri kasar. Karena itu penting sekali kita membangun keluarga dengan nilai-nilai, value-value yang baik, karena itu akan menjadi nilai-nilai dan value-value pada anak kita.

Kita punya keyakinan yang bagus, optimis, hidup benar, maka anak-anak kita juga akan seperti itu. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita membangun sebuah generasi baru dengan nilai-nilai yang baik. Inilah saatnya kita juga menentukan dan mengawasi lingkungan anak-anak kita, sampai dia besar dan dewasa dan bisa mengambil keputusan untuk menentukan lingkungannya sendiri. Tapi tetap orang tua boleh mengarahkan anak-anaknya untuk mengambil lingkungan yang positif. Karena lingkungan akan mempengaruhi seseorang menentukan, menilai dan membangun gambar dirinya.

Salam Sukses
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...